Search This Blog

05/04/2014

Al-Qur'an Mu'jizat Yang Sempurna

Selamat malam sobat, sory ea saya bisanya cuma ngepost malam-malam kalau siang saya sibuk sekolah, dan lain-lainnya.

Baiklah sobat topik kita kali ini yaitu tentang:

Al-Qur'an Mu'jizat Yang Sempurna

Dari judul diatas sudah pasti sobat semua mengetahui apa itu Al-Qur'an.

Tidak ada keraguan dalam Al-Qur'an. Baik sejarahnya, otensitas wahyu di dalamnya, penulisan sampai penyusunan, semua sempurna dan pasti karena Allah sendiri yang memberikan jaminan bahwa tidak ada keraguan sedikit pun dalam kitab ini.

Tentang teori pengaruh, haya orang-orang yang memusuhi Islam dan memusuhi Allah serta Rasul-Nya saja yang mampu menciptakan opini dan pemikiran seperti ini. Dan bagi orang-orang yang mengikuti pemikiran seperti ini, maka ia tidak lebih ringan dan tidak lebih baik hukumnya, daripada guru mereka, kaum Yahudi.

Sebuah hadits menjelaskan tentang hal ini. Suatu ketika, Rasulullah mendapati sahabat Umar bin Al-Khattab memegan dan membaca lembaran-lembaran Taurat. Rasulullah menampakkan wajah yang tidak suka dan memerintahkan Umar bin Al-Khattab untuk tidak melakukannya. Rasulullah bersabda, "Andai saja Musa masih hidup pada saat ini, maka ia akan beriman kepadaku dan kepada kitabku." Artinya, andai saja Musa hidup pada zaman Rasulullah, maka ia akan beriman dan mengakui kebenaran Al-Qur'an. Kisah ini memberikan penjelasan yang sangat kuat tentang posisi kitab-kitab sebelumnya dibandingkan dengan Al-Qur'an. Bahkan nabi pembawa risalah-risalah sebelumnya pun akan tunduk pada ajaran yang disampaikan Rasulullah dari Al-Qur'an. Hal ini menunjukkam superioritas Al-Qur'an dibandin dengan wahyu-wahyu terdahulu. Dan secara logika, susah mencari pembenaran bahwa Al-Qur'an yang memiliki kebenaran sebagai wahyu terakhir mengadopsi ajaran-ajaran dari tradisi lain, seperti Yahudi, Kristen, Yunani-Romawi dan juga Persia.

Sejarah penyusutan Al-Qur'an dilakukan bukan dari tulisan atau rasm. Tapi tulisan merujuk pada bacaan atau qira'ah yang terhimptn dalam hafalan-hafalan para sahabat Rasulullah, sejak wahyu pertama diturunkan. Artinya, tulisan lahir dari Al-Qur'an, bukan Al-Qur'an yang muncul akibat tulisan-tulisan yang di kumpulkan. Hal ini sangat berbeda sekali dengan kitab perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru yang diketahui dalam sejarah memikik penulis dengan jumlah yang tak terhitung banyaknya.

Pertama kali, Al-Qur'an ditanamkan ke dalam hati dan ingatan para sahabat dalam bentuk hafalan setelah diajarkan oleh Rasulullah, sesaat setelah wahyu diterima. Selanjutnya, untuk memunjang, maka hafalan-hafalan tersebut di tuliskan dalam berbagai media: tulang kulit kayu, kertas, daun, dan kain. Proses sanadnya juga sangat tajam dan ketat.

Jadi, adalah keliru besar jika para orientalis menuduhkan Al-Qur'an mengalami kerancuan akibat beragamnya tulisan dan catatan. Al-Qur'an memang menjadi target penyerangan utama oleh para orientalis, sejak dulu hingga akhir zaman.

Hingga Rasulullah wafat, berbagai catatan Al-Qur'an memang menjadi milik individual para sahabat. Namun, sejak Rasulullah masih hidup, telah dimulai upaya dan usaha menyusun serta mengumpulkan Al-Qur'an. Sampai kemudian terjadi peperangan yang membuat syahid para penghafal Al-Qur'an, terutama di zaman Khalifah Abu Bakar.

Usaha yang dikakukan oleh Khalifah Abu Bakar adalah usaha terusan yang telah dirintis di masa Rasulullag. Abu Bakar mengumpulkan, melakukan kodifikasi dengan cara membentuk sebuah tim khusus untuk mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu buah mushaf. Ketika Abu Bakar meninggal dunia, kumpulan mushaf ini diwariskan khalifah selanjutnya, yakni Umar bin Khattab. Lalu diserahkan kepada Hasfah, yang juga istri Rasulullah. Dan akhirnya sampai ketangan Khalifah Utsman bin Affan.

Pada zaman inilah, aspirasi para sahabat untuk mengumpulkan Al-Qur'an menjadi sebuah mushaf semakin menguat. Maka sekali lagi dibentuklah sebuah tim yang bertugas mengumpulkan, menyeleksi, dan menyusun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah diwariskan sejak Rasulullah.

Tuduhan para orientalis yang mengatakan bahwa usaha penulisan Al-Qur'an baru dimulai setidaknya pada abad kedua Islam, sangatlah tidak berdasar. Al-Qura'n sudah ditulis bahkan sejak ketika Rasulullah melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi di Mekah. Hal ini terdokumentasi dengan baik dalam kisah Umar bin Khattab sambil membawa pedang terhunus, hendak membunuh Rasulullah dan para pengikut awal Islam.

Tapi penduduk Mekah yang lain, Nu'aim mengakatakan kepada Umar, jangan dulu pergi mencari Muhammad tapi selesaikan dulu urusan keluargamu yang telah menjadi pengikut Rasululla. Umar lalu pulang dan mencari iparnya yang ia temui sedang membaca potongan surat Thaha yang tertulis di atas kulit. Mendengar suara Umar bin Khattab, Fathimah menyembunyikan potongan kulit yang terisi tulisan Al-Qur'an tersebut di bawah pahanya. Kisah ini menunjukkan bukti yang sangat jelas, bahwa sejak pertama Al-Qur'an memang dituliskan berdasarkan hafafalan yang telah lebih dulu diajarkan oleh Rasulullah dalam halaqah-halaqah

Dan Allah dalam firman-Nya berjanji akan menjaga kesucian Al-Qur'an itu sendiri."Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjaganya." (Al-Hijr [18] : 9)

Ketika terjadi Perang Yamamah, dan banyak para hufazh atau penghafal Al-Qur'an syahid, Umar bin Khattab menyampaikan usulan kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh materi Al-Qur'an. Ini karena kekhawatiran banyaknya para sahabat penghafal yang meninggal, dan hal tersebut akan berdampak pada Al-Qur'an.

Pada mulanya sempat terjadi sedikit perselisihan pendapat atas usulan Umar ini. Beberapa orang sahabat, terlebih Abu Bakar berpendapat, penyusunan ini tidak bisa dilakukan kardna Rasullah tidak mengajarkannya. Tapi Umar memberikan penjelasan bahwa hal ini adalah upaxa terpuji dan meyakinkan kepada Abu Bakar dan akhirnya keduanya sepakat atas usulan tersebut.

Zaid bin Tsabit adalah orang yang dipanggil untuk menjadi orang yang membentuk tim pengumpulan. Sedangkan Umar bin Khatthab sendiri, menjadi supervisor dalam program ini. Maka dimulailah upaya yang sangat rumit dan ketat menyusun Al-Qur'an.

Abu Bakar memerintahkan kepada Umar dan Zaid untuk duduk di pintu Masjid Nabawi dan jika menemui orang yang sedang membawa ayat Allah dan diktatkan dengan dua saksi, maka Abu Bakar meminta ayat tersebut untuk dicatat. Tujuan saksi ini juga untuk memperketat seleksi pengumpulan wahyu Al-Qur'an. Bilal berkeliling dari satu lorong ke lorong lain di kota Madinah mengumumkan kepada penduduk kota itu, agar siapa saja yang menyimpan Al-Qur'an, baik tertulis maupun hafalan untuk menemui Umar dan Zaid.

Setelah lembaran-lembaran terkumpul, maka seluruh materi ini menjadi arsip negara di bawah pengawasan Khalifah Abu Bakar.
Dan ketika Khalifah Abu Bakar meninggal dan seluruh proses pengumpulan Al-Qur'an diserahkan kepada Khalifah pengganti, Umar bin Khatthab, maka khalifah kedua dalam Islam ini berusaha lebih keras lagi untuk menyelesaikan pengumpulan Al-Qur'an. Bahkan, ia mengutus sekurang-kurangnya 10 sahabat ke Bashra untuk mengajarkan Al-Qur'an pada penduduk Bashra. Lalu Umar meminta kepada Ibnu Mas'ud pergi ke Kufa dan mengajar Al-Qur'an di sana.
Tapi dari Kufa, Umar mendengar bahwa di daerah tersebut ada seorang yang mengajarkan Al-Qur'an berdasakan hafalannya. Umar seperti naik pitam, menahan marah dan menyelidiki siapa gerangan orang tersebut. Tapi setelah mengetahui yang mengajarkan Al-Qur'an berdasarkan hafalan adalah Ibnu Mas'ud sendiri, maka kemarahan Umar reda seketika, karena Ibnu Mas'ud selain dikenal memiliki reputasi yang meyakinkan, ia juga mendapat amanah dari Umar.

Ada permintaan dari Suriah, agar Umar bin Khattab mengirhm pengajar-pengajar yang mengajar Al-Qur'an untuk penduduk Suriah. Begitu pula di Damarkus. Di wilayah ini dikirim Muadz dan Abu Darda. Diriwayatkan Abu Darda bahkan memiliki halaqah untuk mengajar Al-Qur'an yang dipenuhi kurang lebih 1600 orang dalam setiap pertemuan.

Jika pada zaman Abu Bakar terjadi usaha-usaha pengumpulan Al-Qur'an, maka di zaman Umaq dikembangkam sekolah dan sistem pengajaran Al-Qur'an yang menyebar hingga jauh ke wilayah-wilayah kekuasaan Islam. Dan semua itu tidak terlepas dari jasa besar Zaid bin Tsabit. Dan ketika zaman Khalifah Utsman bin Affan terjadi sedikit perselisan, terutama tentang cara bacaan Al-Qur'an.

Untuk menjembatani perselisihan cara bacaan, Utsman bin Affan mengambail keputusan. Ada beberapa teori yang disebutkan. Pertama, Utsman bin Affan memperbanyak shuhuf atau lembaran-lembaran yang dikumpulkan pada zaman Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang dititipkan kepada Hafsah lalu memperbanyak dan mengirimkannya ke wilayah-wilyah yang memerlukan. Kedua, ada teori yang sedikit lebih rumit. Utsman memutuskan untuk menyatukan Al-Qur'an di bawah sebuah orang yang terdiri dari 12 orang dari kalangan Quraisy dan Anshar di bawah pimpinan Ubay bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.

Kedua belas tokoh penting itu adalah, Sa'id bin Al-Ash, Nafi bin Zubair, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Zubair, Abdur Rahman bin Hisham, Khatir bin Aflah, Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, Al-Baqillani, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Amr bin Al-Ash.

Meski ada proses yang cukup rumit, terutama pada proses pengumpulan dan perbandingan dengan mushaf yang dimiliki Aisyah dan mushaf yang dimiliki oleh Hafsah, akhirnya mushaf utuh yang satu selesai di susun. Dan setelah selesai di susun, maka mushaf ini pun diperbanyak. Setelah diperbanyak, masing-masing mushaf dikirim ke wilayah dakwah dengan disertai seorang qari atau pembacanya.

Selain itu, Khalifah Utsman bin Affan juga memerintahkan, agar mushaf-mushaf pribadi yang tidak sama atau memiliki perbedaan dengan mushaf resmi yang telah disusun, hendaknya dibakar. Perintah ini diberikan karena, menyadari potensi fitnah dan konflik yang akan muncul jika terjadi perselisihan lagi dikemudian hari, baik dari sisi bacaan, maupun dari sisi isi dan susunan.

Utsman sendiri telah menghapus mushaf yang dimilikinya, demi mengantisipasi munculnya konflik. Dan Utsman meminta kepada seluruh umat Islam saat itu untuk menghapus mushaf pribadi yang mereka miliki. Begitulah sejarah singkat penyusunan Al-Qur'an menjadi mushaf Utsmani. Sampai kapan pun, Al-Qur'an sebagai kitab suci dan wahyu Allah, akan dijaga oleh umat Islam, dan juga akan langsung dijaga oleh Allah sendiri yang menurunkannya. Kesucian dan kemuliaan Al-Qur'an, Insya Allah akan terjaga.

Dan ibarat seutas tali, ujung Al-Qur'an yang satu berada di tangan Allah, dan ujung Al-Qur'an yang satu lagi berada di bumi. Maka jika menghendaki keselamatan, maka berpegang teguhlah pada Al-Qur'an, dan tidak akan tersesat karenanya, sebab ujung yang satunya berada di tangan Allah. Jangan berpegang pada karya para orientalis Yahudi dan Kristen yang memang memiliki agenda menghancurkan pondasi agama Islam: Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah.

Wassalam

1 comment:

  1. subhanauloh :)
    kunjungan balik dari rocksterwonderland.blogspot.com

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar sesuai topik, dan tolong jangan SPAM!!!!