Search This Blog

04/04/2014

Iblis Berjubah Wali

Selamat pagi sob, selamat beraktivitas pagi. semoga di pagi yang dingin ini kita semua dilimpahkan kesehatan yang tak terhingga oleh Allah swt. Dan pada kesempatan kali ini saya akan share tentang:

IBLIS BERJUBAH WALI

Sebelum saya melanjutkan bahasan, izinkan saya menceritakan kisah tentang Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat nabi yang menyandang tunanetra. Ia cukup terpandang, karena selain pernah menjadi asbab an nuzul surah Abasa, ia juga sering dipercaya menjadi walikota Madinah, saat Rasulullah dan para sahabat lainnya keluar dari Madinah untuk berjihad melawan musuh-musuh Islam.

Sebagai seorang tunanetra, Abdullah bin Ummi Maktum memiliki beberapa ketergantungan pada orang lain, selain salah satunya dalam beribadah. Ia membutuhkan seorang penuntun untuk menuju Masjid setiap kali suara Adzan digemakan sahabat Bilal bin Rabbah. Suatu hari, atas takdir Allah, seorang yang biasa membantu dan menuntun Abdullah bin Ummi Maktum meninggal dunia. Lalu Abdullah bin Ummi Maktum pun menghdap Rasulullah untuk bertanya tentang adakah keringanan bagi orang buta seperti dirinya, untuk shalat di rumah dan tidak turut berjamaah.

Lalu Rasulullah bertanya, apakah ia mendengar suara adzan? Abdullah bin Ummi Maktum menjawab, ia memang mendengar suara adzan, lima kali dalam sehari. Maka Rasulullah pun berkata, tidak ada keringanan bagi orang-orang yang mendengar suara adzan, untuk tidak shalat berjamaah di masjid mengumandangkah adzan tersebut.

Inilah salah satu mental para sahabat Nabi dan orang-orang beriman, ketika mendapat perintah, dari Allah dan Rasul-Nya, maka jawaban yang akan muncul adalah sami'na wa atha'na dalam kondisi apapun. Tanpa harus menimbang ulang bagaimana teks atau apa konteksnya tanpa harus mengkritisi kondisi dengan berbagai dalih hak asasi manusia, seperti yang banyak kita jumpai saat ini.

Maka keesokan harinya, Abdullah bin Ummi Maktum berangkat menuju masjid, seketika terdengar adzan Subuh berkumandang. Tapi di tengah jalan, karena ia buta dan jalan sendiri, ia terjatuh, dan dahinya terbentur batu sampai berlumuran darah membasahi wajahnya. Dan ketika ia berdiri dan hendak meneruskan langkahnya, ada seorang anak muda yang menanpkap lengannya dan mengantarkannya ke masjid. Bahkan sang pemuda, tidak saja mengantarkannya ke masjid, ia aerjanji juga akan mengantar Abdullah bin Ummi Maktum sampai ke rumah dengan selamat.

Kejadian ini berlangsung sampai beberapa hari. Abdullah bin Ummi Maktum sendiri merasa senang , dan bertanya kepada sang pemuda siapa namanya. Tapi sang pemuda balik bertanya, untuk apa kau mengetahui namaku. Lalu ibnu Maktum berkata, agar ia dapat mendoakan kepada Allah supaya ia mendapat pahala atas apa yang telah ia lakukan. Tapi sang pemuda berkata, bahwa ia tidak ingin didoakan, dan meminta Ibnu Maktum tak mempedulikan urusannya dan tak pula perlu bdrtanya tentang siapa namanya. Yang penting, ia akan tetap mengantarkan Abdullah bin Ummi Maktum pergi dan pulang dengan selamat saat melakukan ibadah di masjid.

Dengan nada tinggi Abdullah bin Ummi Maktum mengatakan kepada sang pemuda, bahwa demi Allah ia tak perlu lagi mengantarnya sebelum ia memberitahukan siapa namanya. Dan karena Abdullah bin Ummi Maktum telah bersumpah, sang pemuda pun akhirnya memberi tahu siapa dirinya. Ia berkata, bahwa sejatinya ia adalah iblis. Abdullah bin Ummi Maktum terkejut mendengar jawabannya dan bertanya, mengapa engkau justru menuntunku untuk beribadah, padahal semestinya iblis berusaha menghalang-halangi manusia untuk beribadah.

Lalu sang iblis menceritakan apa yang ia dengar. Ketika Abdullah bin Ummi Maktum terjatuh dan darah membasahi dahi dan wajahnya, iblis mendengar Allah memerintahkan kepada malaikat-Nya untuk mengampuni setengah dari dosa-dosa Abdullah bin Ummi Maktum lantaran ia terjatuh dan bdrdarah. Iblis khawatir jika Allah mengampuni seluruh dosa Abdullah bin Ummi Maktum, jika ia terjatuh untuk yang kedua kalinya. Karena itu pula ia bersedia menuntun Ibnu Maktum sampai ke masjid dan melakukan ibadah, agar tak terjatuh untuk kedua kalinya, dan terhapus seluruh dosanya.

Kisah ini memberikan gambaran, kadang-kadang kejahatan itu tampil dengan wajahnya yang paling manis, elegan, sopan, penolong, humanis dan lain sebainya. Tapi ujung dari semua yang mereka laktkan adalah, mencegah kita, atau sebaliknya menjauhkan kita dari ridha Allah swt..

Kurang lebih itulah yang terjadi pada banyak kajian orientalisme. Seokah-olah ia sedang membawa kita menuju cahaya, tapi justru cahaya itu yang akan membakar dan menghanguskam siapa saja yang mendekatinya. Tentu saja, sebuah hal di muka bumi ini seperti sekeping koin, selalu memiliki dua sisi. Begitu juga dengan orientalisme. Dan sikap kita pada hal-hal yang semacam ini, juga harus berhati-hati.

Tidak dapat disangkal, bahwa kajian-kajian yang dilakukan oleh para orientalis telah memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan Islam. Tapi juga tidak bisa disangkal pula, bahwa mereka punya tujuan terselubung dalam melakukan banyak hal. Sedikitnya ada dua motivasi yang ada di belakang kepala para orientalis. Pertama, hasil dari kajian yang mereka lakukan menyumbang dan menciptakan konflik di antara umat Islam. Dan ketika konflik itu terjadi di dalam tubuh umat Islam sendiri, maka penguasaan terhadap umat ini akan lebih mudah dan gampang. Karenanya, kajian yang seringkali dieksplorasi oleh para orientalis adalah kelompok-kelompok sempalan yang nyeleneh yang selalu ada di setiap zaman Islam. Kedua, menghancurkan rasa percaya diri yang dimiliki oleh umat Islam atas kebenaran dan kebaikan yang ada dalam Islam.

Para orientalis sering mengipas-kipasi isu bahwa Islam masih terus berkembang dan harus dikembangkan sesuai zaman. Padahal, Allah telah menyempurnakan, dan sebagai tandanya, wahyu terakhir telah diturunkan dan Rasulullah telah wafat sebagai penutup kenabian.

Dan inilah yang akan digugat oleh para orientalis.

Mereka tahu benar bahwa Islam dan kau Muslimin tidak bisa dikalahkan dengan darah dan air mata, tapi mereka harus dikalahkan dengan cinta, doa, dan pemikiran sebagai senjata. Itulah yang dirumus-kan oleh Samuel Zwemmer, seorang missionaris yang menuliskan buku Islam ="yellow">A Challange to Faith, sebuah buku yang disebut-sebut sebagai resep penaklukkan dunia Islam.

Serangan pertama kali yang dilakukan oleh orientalis terhadap Nabi Muhammad sepanjang yang mampu terlacak, dilakukan pertama kali oleh Alois Sprenger (1813-1893). Mereka mengumpulkan beragam manuskrip dari berbagai negara yang mampu mereka telusuri , dengan satu tujuan, menggali dan mengetahui apa itu Islam. Sayangnya bukan untuk diimani, tapi untuk diserang kembali setelah mengetahui celah-celah yang bisa dimanfaatkan. Alois Sprenger menulis tentang Nabi Muhammad dengan nada sangat skeptis, dan hal ini diikuti oleh penerusnya William Muir, yang melahirkan buku luar biasa kejam atas Nabi Muhammad yang terbit pada tahun 1878: The life of Mahomet.

Pada bab ketiga di dalam buku ini, Muir merekayasa krologi wahyu versinya. Disebutkan bahwa Nabi Muhammad telah sengaja melakukan kebohongan dengan mengatakan pemikirannya sendiri sebagai perkataan atau wahyu Tuhan dalam keseluruhan Al-Qur'an. Ini sama dengan, William Muir mengeluarkan tuduhan yang paling besar, bahwa Al-Qur'an secara keseluruhan dan Islam sebagai agama adalah karangan seorang manusia bernama Muhammad. Tak hanya Al-Qur'an yang dianggap Muir sebagai wahyu palsu karangan Muhammad, tapi juga hadits sendiri oleh Muir dianggap sebagai sebuah anekdot atau fiksi belaka. Karenanya, setidaknya sebanyak 4.000 hadits yang terhimpun dalam Shahih Bukhari harus ditolak baik dari isi maupun sanadnya

Semangat Muir sebagai seorang missionaris, betul-betul lebih mengemuka dibanding semangatnya sebagai seorang orientalis. Ia melakukan serangan-serangan yang melukai umat Islam, dengan berbagai kajian yang ia lakukan. Ia mempelajari bahasa Arab selama ia menetap di India sebagai seorang petugas pemerintah Kerajaan Inggris. Salah satu yang ia tulis pada masa ini adalah The Coran to Jewish and Christians Scripture yang ia terjemahkan ke dalam bahasa Urdu.

Atas dorongan seorang bernama Pavandar, William Muir diminta untuk menuliskan sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Setelah mengumpulkan dan membaca banyak sumber tentang Nabi Muhammad, tulisan Muir dimuat di Calcutta Review antara tahun 1863-1864. Dan seluruh tulisan Muir tentang Nabi Muhammad, semuanya bernada penuh permusuham. Tulisan-tulisan tersebut akhirnya dikumpulkan menjadi buku yang tebalnya berjilid-jilid dengan judul Life of Mahomet and History of Islam. Buku lain yang juga menyerang dengan nada penuh permusuhan kepada Nabi Muhammad adalah bukunya The Muhammad Controversy (1897)

Tetapi periode paling brutal adalah zaman Ignaz Goldziher, sarjana orientalis berdarah Yahudi yang sepertinya memiliki dendam kesumat tersendiri atas umat Islam. Ia mengatakan, jika tidak seluruhnya, maka sebagian hadits yang diyakini umat Islam saat ini sebagai sumber Islam kedua terbesar setelah Al-Qur'an adalah palsu dan tidak bisa dijamin keasliannya. Bagi Goldziher, hadits adalah tidak lebih sebuah refleksi sebuah konflik dalam tubuh umat Islam dan sama sekali tidak bisa dianggap sebagai rekaman sejarah dalam perkembangan Islam. Goldziher menuduhkan bahwa hadits baru lahir setidaknya pada abaad 1 dan abad 2 setelah Nabi Muhammad wafat.

Ignaz Goldziher memiliki nama Yahudi Ignaz Yitzhaq Yehuda Goldziher, lahir 22 Juni 1850 dan meninggal pada tahun 1921. Seorang Yahudi orientalis dari Hungaria yang pernah melakukan perjalanan ke Suriah, Mesir, dan Palestina. Bahkan di Mesir ia pernah menjadi santri Al-Azhar, Kairo.

Bukunya, Muhammedanische Studien, dianggap studi paling penting atas hadits pada abad-19. Dalam bukunya. Ignaz Goldziher seperti yang sedikit disebutkan diatas, menolak hadits sebagai sumber untuk mengetahui konflik dan informasi dari generasi yang datang kemudian. Karena dianggap penting, secara otomatis ia menjadi studi dalam Islamic Studies. Dan parahnya, semua yang ditulis oleh Ignaz Goldziher sangatlah dekstruktif, tidak saja merusak tapi juga menyesatkan.

Ia berasal dari keluarga Yahudi yang terpandang. Tapi, tidak seperti keluarga-keluarga Yahudi yang pada umumnya fanatik, keluarga Goldziher bisa dibilang sebalinya. Pendidikan pertama Goldziher ia peroleh di Budhapest, lalu selanjutnya ke Berlin pada tahun 1869, dan ia hanya satu tahun di sana. Kemudian Universitas Leipzieg menjadi tujuan pendidikan Goldziher selanjutoya. Di Universitas ini, Goldziher berguru pada seorang orientalis yang sangat tersohor pada waktu itu, Fleisser, yang juga seorang pakar filologi. Atas bimbingan tokoh orientalis yang satu ini, Ignaz Goldziher meraih gelar doktor dengang disertasi tentang penafsiran Taurat yang berasal dari tokoh Yahudi abad pertengahan.

Setelah itu, ia kembalh ke Budhapest dan menjadi asisten guru besar di Universitas Budhapest, namun tak lama, sebab ia diutus kementrian pendidikan Budhapest untuk melanjutkan studinya ke Universitas Leiden, yang memang sangat terkenal dengan ilmu-ilmu tentang dunia Timur. Dari universitas ini pula ia mendapat tugas berpetualang ke Mesir, Suriah, Palestina. Di Mesir ia sempat menjadi mahasiswa Al-Azhar University.

Pada tahun 1894, ia diangkat sebagai profesor bahasa Semit, dan kerjanya sejak saat itu adalah berkeliling dunia memberikan ceramah dan menyebarkan pemikirannya yang berbahaya tentang Islam, terutama kajian hadits yang sangat kejam. Kajian pertama yang dilakukan oleh Goldziher adalah tentang madzhab Zhahiriyah. Tapi ia juga meneliti madzhab fiqih lainnya, bahkan ia juga menjelajahi pemikiran mulai dari Ibnu Hazm sampai Ibnu Taimiyyah.

Kajiannya tentang hadits sangatlah berbahaya, karena menurutnya hadits muncul karena fungsinya sebagai senjata yang digunakan oleh aliran dan berbagai madzhab fiqih dalam Islam. Bagi Goldziher, hadits adalah alat untuk mengetahui perbincangan politik, keagamaan, bahkan mistisisme di dalam Islam. Jadi pada dasarnya, menurut Goldziher, hadits bukanlah alat untuk mengetahui perilaku Nabi Muhammad yang disebut sunnah. Metode yang dicetuskan oleh Goldziher ini banyak menjangkiti para sarjana Muslim, di negeri ini.

Tak hanya pakar dibidang hadits, Goldziher juga sangat mumpuni dalam percaturan perbandingan agama. Dalam konferensi agama-agama dunia yang pertama diselenggarakan pada tahun 1900 di Paris, Perancis, Goldziher membawakan makalahnya yang ia beri judul "Islam dan Agama Persia". Di dalam makalahnya, Goldziher menjelaskan tentang pengaruh agama dalam kekuasaan yang juga berarti ancaman dan menyimpan potensi penyelewengan.

Ia juga pernah menulis sebuah buku yang menjadi panduan tafsir dalam dunia orientalisme. Dalam bukunya yang ini, Goldziher mengulas langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam penafsiran Al-Qur'an, sejarah penulhsan Al-Qur'an juga ia kupas, begitu juga dengan berbagai jenis qira'ah atau pembacaan. Dalam bahasa Arab, buku ini berjudul Ittijahat Tafsir Al-Qur'an ind Al-Muslimin.

Nama lain yang harus disebut adalah Joseph Schatcht, satu lagi orientalis Yahudi Jerman yang dengan lantang mengumandangkan pemikiran, bahwa tak ada satupun hadits yang benar-benar dari Nabi Muhammad. Dan kalau pun ada serta dibuktikan, maka jumlahnya sangatlah sedikit, menurut Schacht. Sistem mata rantai periwayatan yang kita sebut sanad, menurut Schacht baru muncul pada abad kedua Hijriah. Dan hadits, pada dasarnya, menurut orientalis Yahudi yang satu ini, baru muncul pada abad kedua Hijriah dan baru berkembang pada pasca Imam Syafi'i. Jadi, tidak saja menuduh bahwa semua hadits adalah palsu, tapi schacht juga mencurigai Imam Syafi'i dan juag imam-imam mazhab yang lain melakukan kejahatan kekuasaan melanggengkan pengaruhnya dengan cara meriwayatkan hadits yang tak pernah ada. Karenanya, sejarah hadits tidak dapat dilacakh menuru schacht. Baginya, Nabi Muhammad sama sekali tidak pernah bermaksud membuat sistem baru dibidang hukum. Madzhab-mazhab fiqih generasi awal-lah yang mengubah makna sunnah dari perilaku masyarakat menjadi berarti perilaku Nabi Muhammad. Pertikaian antar Madzhab dan kelompok, akhirnya memunculkan hadits-hadits yang dinisbatkan pada Nabi Muhammad.

Joseph Scacht, orientalis Yahudi jerman yang lahir di Rottbur pada 15 Maret 1902. Ia ahli dan mendalami ilmu-ilmu filologi klasik, teologi dan juga berbagai bahasa Timur. Pada tahun 1934, ia diundang Universitas Mesir (sekarang Universitas Kairo) untuk mengajar ilmu fiqih, sastra Arab dan bahasa Suryani di Fakultas Bahasa Arab dan Sastra. Jadi, sosok Schacht benar-benar mewakili kalimat yang menjadi judul suatu buku "Belar Islam dari Yahudi". Ia mengajar di Universitas Mesir sampai pada tahun 1939, dan pada Perang Dunia II, ia pindah ke London dan bekerja di kantor berita BBC. Ini adalah sebuah kolaborasi yang dahsyat, orientalis yahudi yang memiliki pemikiran sangat jahat terhadap Islam, bertemu dengan kekuatan media seperti yang dimiliki BBC. Tapi keterlibatan Schacht di BBC terutama untuk program-program propaganda anti Nazi. Tapi ia merasa kurang mendapat penghargaan di Inggris, setelah ia mengkhianati negerinya sendiri, Jerman.

Karena itu pula ia pindah ke Belanda, dan di Univershtas Leiden ia diangkat sebagai Guru Besar sampai pada tahun 1959. Karya Schacht yang paling menonjol dalam perspektif orhentalisme adalah The origin of Muhammadan Jurisprudence yang diterbitkan oleh Oxford pada tahun 1950. Konon, penulisan karya Schacht yang satu inh menyita waktu sampai 10 tahun lamanya.

Seringkali para orientalis menyebut dan menamakan agama ini sebagai Muhammadan. Ini bukan sekedar sebuah penamaan, tapi ini juga dalam kerangka kerja orientalisme yang sangat ingin menggeser keyakinan bahwa Islam bukanlah agama yang diturunkan dari sisi Allah swt., tapi agama yang diciptakan dan direkayasa melalu pengalaman spiritual seorang Muhammad. Begitu pula ketika mereka menyebut dan menuliskan nama Nabi Muhammad, beragam cara mereka gunakan untuk menunjukkan nuansa dan usaha pelecehan. Dari Mahomet, Mehmet, dan banyak lagi.

Ada kesalahan yang mendasar ketika Schacht mengatakan bahwa tidak ada hadits, yang ada hanya sebuah usaha dari para ahli fiqih dan imam-imam madzhab yang menjadikan tradisi masyarakat menjadi sunnah dan dinisbatkan kepada Rasulullah. Ada sebuah kaidah dalam ilmu pengetahuan, bahwa sesuatu yang tidak kita ketahui bukan berarti sesuatu tersebut tidak ada atau tidak eksis. Inilah yang terjadi ketika Schacht merumuskan pendatapnya tentang hadits. Tentu saja selain motivasi buruk untuk menyerang sendi-sendi umat Islam.

Sebagai contoh, seseorang yang mengetahui sebuah hadits, maka akan dianggap oleh Schacht sebagai orang yang menciptakan hadits tersebut.

Tie berst of proving that a tradition dit not exist at a certain time is to show that it was not used as a legal argument in a discussion which would have made reference to it imperative, if it had existed.

The evidence collected in the present chapter has been choosen with particular regard to this last point, and in a number of cases one or the other of the opponents himself states that he has no evidence other than that qouted by him, which does not include tradition in question.

This kind of conclusion 'e silentio' is furthermore made safe by Tr. VIII, ii, where Shaibani says: "(This is so) unless the Medinese can produce a tradition in support, as soon as they were put into circulation"Dalam hal ini Schacht berbicara tentang rumput yang ada di tanah suci Mekah Al-Mukaramah, apa hukumnya bagi binatang yang memakannya dan apa pula hukumnya bagi manusia yang mencabutnya. Ini adalah salah satu tema yang dibahas dalam kitab Al-Umm milik Imam Syafi'i. Hukumnya adalah, tidak ada apa-apa ketika hewan yang memakan rumput, tapi tidak baik jika manusia mencabutnya. Menurut Schacht, hukum tentang memakan rumput bagi hewan atau mencabut rumput untuk manusia adalah pendapat tokoh-tokoh pada kurun abad kedua Hijriah, tidak ada hadits tentang hal itu. Tapi akhirnya pendapat tersebut disandarkan kepada Rasulullah, menurut Schacht. Maka ujar Schacht, hadits-hadits seperti ini sengaja diciptakan oleh para imam seperti Imam Syafi'i untuk membenarkan sebuah hukum atau pendapat.

Dalam hal ini, apa yang tidak diketahui okeh Schacht diklaim sebagai tidak ada oleh Schacht. Bahkan lebih jauh, yang mengatakannya maka akan divonis mengada-ada oleh Schacht. Dan ketika Schacht dan ketika Schacht memvonis seorang ulama sebagai seorang yang mengada-ada, maka ini akan menjadi seperti virus yang akan diteruskan, terus-menerus, turun-temurun dalam kajian orientalisme, termasuk sarjana-sarjana Islam yang menjadikan nama Schacht sebagai salah seorang sarjana Barat yang wajib dijadikan rujukan.

Joseph Schacht, meneliti hadits pertama kali dengan memasuki pintu gerbang fiqih. Hadits-hadits yang mengenai hukum Islam, diperkirakan oleh Schacht, belum muncul sampai sesudah era Asy Sya'labi (110 H) . Menurut Schacht, hukum Islam baru dikenal sesudah masa ini, setelah para khalifah memilih para qadi sebagai pemimpin masalah agama. Dan dalam prosesnya para qadi ini memerlukan legitimasi dari orang atau sosok yang lebih tinggi dari dirinya sendiri untuk berbagai keputusan. Walhasil, berbagai keputusan hukum yang dibuat, akhirnya dinisbatkan pada orang-orang terdahulu, atau ulama di zaman yang sudah lampau. Dan agar pendapat orang-orang terdahulu ini lebih kuat legitimasinya, maka pendapat yang dikutip harus pula dinisbatkan kepada kelompok yang lebih tua lagi, sampai pada tataran para sahabat Nabi. Akhirnya, menurut Schacht, penisbatan itu sampai pula pada diri Nabi Muhammad. Ini adalah rekonstruksi rantai sanad yang diyakini oleh Joseph Schacht.

Tapi pendapat Schacht ini di kalangan orientalis, banyak juga yang menyangkalnya. Sampai ada semacam opini balik yang berserangan dengan Schacht yang sering disebut via postiva, yang beranggapan remua hadits adalah benar sampai terbukti salah, lemah atau palsu. Hal ini bertentangan dengan pendapat Schacht yang beraliran via negativa, bahwa semua hadits adalah palsu, sampai dibuktikan benar.

Orientalis Barat yang sedikit rama pada sejarah Nabi Muhammad dan Islam adalah Prof. Montgomery Watt. Tapi seperti kisah yang saya ungkap di atas, tentang Abdullah bin Ummi Maktum yamg berinteraksi dengan iblis, Seramah-ramahnya iblis, ia punya niat jahat yang tersembunyi. Andai saja kita tahu?

Begitu juga dengan Watt, ia adalah orientalis yang mengakui bahwa Islam adalah nama agama yang diberikan Tuhan dan menyebut dirinya sendiri dengan nama Islam. Tidak seperti agama-agama yang lain yang namanya dinisbatkan pada nama orang pembawa atau pencetus agama, atau nama tempat dari mana agama itu berasal atau berkembang.

Watt adalah cermin orientalis yang ramah. Ia juga teliti atas berbagai sumber Islam yang ia pelajari, bahkan dalam buku terakhirnya Islam and the Integration of Society. Montgomery Watt dengan jelas mengatakan dan mengakui subangan Islam pada peradaban manusia. Tapi ia juga tetap mendesak, bahwa Islam harus mengakui asal-usulnya, yakni sumber-sumberi Islam yang diyakini oleh para orientalis: Yahudi dan kristen, serta agama dan filsafat peradaban sebelum Islam datang. Dengan begitu, menurut Watt, umat Islam akan lebih memiliki peran di masa mendatang.

Karya Watt sangat banyak, dan banyak pula yang berpengaruh. Mulai dari Muhammad at Mecca, Muhammad at Medina, The Majesty That Was Islam, History of Islamic Spains, The Influence of Islam in Medieval Europe dan banyak lagi. Sebagian intelektual berpendapat, hampir semua buku dan karya yang dilahirkan oleh Montgomery Watt, nadanya sangat bersahabat dengan Islam. Tapi ketika ia menulis tentang Al-Qur'an dan hadits, Montgomery Watt juga tak kalah sengit. Misalnya, Watt pernah bekerjasama dan melakukan revisi pada buku Richard Bell yang berjudul Bell's Introduction to The Qur'an. Sebuah pengantar untuk cara membaca Al-Qur'an versi orientalis. Dan disebutkan dalam buku tersebut, bahwa Al-Qur'an penuh kejanggalan, salah satu kejanggalan yang paling banyak ditemui adalah banyak kisah yang saling tak berhubungan satu dengan lainnya dalam surat di dalam Al-Qur'an. Watt termasuk orientalis yang meragukan otensitas Al-Qur'an dan hadits. Ia mengatakan bahwa bagian-bagian dari Al-Qur'an dan hadits adalah dibuat-buat, tidak konsisten dan karenanya tidak bisa di jadikan samdaran hukum. Dan setipikal orientalis lainnya, Watt juga mencurigai ada "ayat-ayat setan" dalam Al-Qur'an. Sedangkan komentarnya pada peradaban Islam yang pernah gemilang, misalnya, Watt mengatakan bahwa sumber filsafat dan teologi Islam dari hasil penerjemahan yang dilakukan peradaban sebelumnya seperti Yunani.

Tapi anehnya, tokoh-tokoh seperti Watt bagi para aktivis gerakan Islam liberal seperti diangga bak dewa penolong yang harus disambut tangannya dengan suka cita karena akan menjembatani Barat dan Islam. Dalam salah satu artikelnya yang berjudul Uluqan Tangan Watt, Ulil Absar Abdalla menyarankan agar kaum Muslimin menyambutnya.

Dan bagi siapa saja yang tidak menyambut, atau setidaknya tidak apresiatif pada orientalis semacam Watt, Ulil Absar Abdalla telah punya vonis tersendir:

Seluruh buku tentang Islam yang ditulis Watt terbit dari semangat yang sama, yakni ingin mengulurkan tangan persahabatan ke dunia Islam. Watt melihat Islam dengan semangat ekumenis, kalau istilah ini boleh dipakai. Salah satu kalimat yang selalu saya ingat dari Watt adalah ketika ia mengatakan What is Islam? : jika Islam berarti ketundukan kepada suatu kebenaran ultim, kepada Tuhan sebagai sumber kebenaran itu, maka anda boleh menyebut saya sebagai Muslim (tentu dalam esensi). Saya tak inat persis kalimatnya, tapi kira-kira begitu.

Kajian Islam di Barat memang terus berkebang. Semula berkembang sebagai bagian dari polemik melawan Islam, kemudian berkembang menjadi salah satu "alat" untuk mendukung dominasi atas dunia Islam pada masa kolonialisme, dan sekarang berkembang jauh sebagai bagian dari usaha masyarakat Barat untuk membangun saling pengertian antar kebudayaan umat manusia.

Watak kajian Islam di Barat kian lama kian simpatik terhadap dunia Islam, sementara konsepsi populer di dunia Islam tentang "orientalisme" (yaitu kesarjanaan Barat tentang dunia Timur, terutama Islam) stagnan, tetap tak berkembang.

Mereka yang tak menginginkan Watt dan pemikiran orientalis masuk ke dalam pemahaman kita tentang Islam, mereka adalah orang-orang yang jumhud, tidak berkembang, bodoh. dan sejuta lagi sematan negatif lainnya. Andai saja ada kata-kata kasar yang terdengar ilmiah, maka kata-kata itu akan digunakan dan disematkan bagi umat Islam yang ingin menjaga kebersian fikrah mereja dari campur tangan orientalisme yang menentukam bagaimana cara kita harus berislam.

Apakah ini cara dan bentuk pemikiran yang merdeka? Setelah Rasulullah membebaskan umat manusia dari penyembahan berhala dan manusia, lalu sekarang datang sebuah zaman yang hendak mengajak kita kembali menyembah pemikiran manusia lainnya, apakah ini yang disebut ilmiah? Zaman yang dipuja dan dipuji, sebagai zaman obyektif dan intelektual, dan mengajak kita memandang secara kritis setiap sejarah kehidupan, termasuk hadits dan Al-Qur'an.

Tidak dapat dipungkiri memang, sarjana-sarjana Barat juga memberikan sumbangan tersendiri pada perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam lewat berbagai studi dan kajian yang mereka laktkan. Baik di bidang sejarah, filsafat, teologi, sufisme, sains dan banyak lagi lini yang dirambah oleh mereka. Namun tentang hal ini, setidaknya kita harus membaca mereka dengan dua semangat dan filter yang harus senantiasa kita jaga.

Pertama, kita tidak menolak atas semua kajian yang telah lakukan. Tapi kita juga tidak bisa menerima mentah-mentah seluruh yang mereka sajikan. Kita bisa menerima yang betul dan baik, dan harus menyaring yang buruk dan jahat yang dihasilkan oleh berbagai kajian orientalisme internasional, terutama dari Yahudi dan Nasrani yang memang menyimpan dendam dan rasa permusuhan.
Kedua, sesungguhnya secara pemikiran, kita tidaklah dilarang melakukan interaksi dengan hal-hal yang semacam ini, tapi sekali lagi hujjah yang harus dipegang dan dijunjung tinggi adalah kebenaran yang hakiki serta dasar rujukan yang pasti; Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah.

Jangan sampai Al-Qur'an dan Sunnah, tafsir dan pendapat para ulama dikalahkan hanya oleh catatan kaki dan kutipan pemikiran dari para orientalis yang kita sendiri tak pernah mengetahui motivasi awal saat mereka melakukan kajian. Ketika sebuah artikel dan tulisan, dengan menggunakan catatan kaki yang berjibun dengan nama-nama besar dalam ilmu pengetahuan Barat, ada perasaan bangga, rasa percaya diri bertambah karena masuk dalam golongan intelektual. Tapi ketika harus merujuk Al-Qur'an, Hadits, pendapat para ulama, ada perasaan minder, inferiority complex, scripturalis, puritan, fundamentalis, dan terbelakan. Perasaan ini yang memang ingin dimunculkan.

Musuh-musuh Allah dan Islam selalu mencari cara dan celah untuk mengalahkan umat ini. Mengalahkan jiwanya, mengalahkan pemikirannya, mengalahkan sudut pandangnya, dan mengalahkan rasa percaya dirinya. Dan cara yang digunakan sudah tak terhitung lagi jumlahnya.

Rasulullah pernah bersabda, "Janganlah kalian bertanya kepada ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) berkaitan dengan apa saja, karena sesungguhnya mereka tidak akan dapat memberi petunjuk kepadamu, karena mereka sendiri berada dalam kesesatan. Jika kamu menerima sesuatu dari mereka, maka sama artinya kamt mempercayai yang bathil dan menolak yang benar."

Dan lebih dari segalanya, karena Allah swt. dalam banyak firman-Nya telah berkali-kali memperingatkan kaum Muslimin tentang bahaya dari orang-orang Yahudi dan Nasrani.

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang diluar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu. Mereka tidak akan berhenti-henti berusaha mendatangkan bencana untukmu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang tersebunyi di dalam hati mereka lebih jahaat lagi. Sungguh, Kami telah terangkan ayat-ayat (Kami) jika kamu mengerti (Ali Imran [3] : 118)"

"....Dan mereka tidak akan berhenti memerangi sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu.. jika mereka sanggup...." (Al-Baqarah [2] : 217)

"Jika mereka dapat menguasai, niscaya mereka akan menjadi musuh bagimu, lalu mereka akan melepaskan tangan dan lidahnya kepadamu untuk menyakiti dan mereka ingin agar kamu (kembali) kafir." (Al-Mumtahanah [60] : 2)

Dan dunia, sepertinya sudah terbalik. Sesuatu yang menjerumuskan, nampak seperti sebuah taman bunga yang menawan, indah dan mengagumkan. Mereka yang mengajak pada kesesatan, mendapat sambutan dan dieluk-elukkan sebagai intelektual, pemikir hebaat, bahkan pahlawan.

Salah satu contoh yang paling gress, nampak pada sosok yang menamakan dirinya Ibn Warraq, yang menggugat Islam, tapi justru mendapat sambutan sangat besar, terutama dari negara seperti Amerika pasca 11 September 2001. Sebuah buku berjudul Why I am not a Muslim tiba-tiba mencuat dan ngetop. Para pengamat buku, pemikir, dan kritikus bahkan memberi nilah bahwa buku membuat The Satanic Verse yang membuat penulisnya, Salman Rusdhie, divonis mati oleh Ayatullah Khomeini terasa hambar. Hujatan terhadap Islam yang tertuang dalam novel yang tak pernah mampir ke Indonesia itu terasa belum apa-apa dibanding Why I am not a Muslim.

Why I am not a Muslim di tulis oleh seseorang yang menamakan dirinya Ibn Warraq, tentu saja ini nama samaran. Berisi tentang hujatan-hujatan terhadap Islam. Ibn Warraq dengan sangat kasar banyak menyebutkan betapa elemen-elemen nilai ajaran Islam salah, buruk dan biadab. Buku ini laris ltar biasa. Dalam waktu yang singkat judul ini masuk dalam daftar 25 buku terlaris versi Amazon.com.

Ibn Warraq pun menjadi selebritis intelektual yang menikmati sanjungan pujian atas keberaniannya. Ia diundang secara resmi oleh tim kepresidenan Amerika untuk makan siang dan berbincang santai lebih dari 1 setengah jam. Waktu luang yang luar biasa bagi anggota tim kepresidenan sebuah negara "paling kuat" di dunia. David Frum, juru bicara ekonomi George Bush menyebut karangang Ibn Warraq ini sebagai, "Karya brilian tentang dakwaan atas agama besar di dunia."

Tapi di tengah itu semua, di tengah kenikmatan popularitas dan perhatian, Ibn Warraq memendam keprihatinan tersendiri. Esensi Why I am not a Muslim sebenarnya bukan saja untuk Islam. Ibn Warraq menggugat dan melecehkan semua agama yang pernah ada. Buku ini adalah sebuah promosi tentang atheisme. Buku ini hampir punya tesis sama dengan karya Bertrand Russel berjudul Why I am not a Muslim dan Why I am not a Christian adalah buku setali tiga uang yang beranggapam kehidupan tak ada kaitannya dengan Tuhan.

Contoh lain dalam kasus yang berbeda dipertontonkan oleh Samuel P. Huntington, penulis buku Clash of Civilization. Dalam artikelnya di edisi Newsweek yang berjudul The Age of Muslim War, Huntington menulis tentang betapa sejarah Islam dipenuhi dengan catatan perang. Saling perang sesama Muslim sendiri dan perang melawan Barat. Lebih jauh lagi Huntington memperkirakan bisa jadi kelompok muslim akan memicu konflik global yang akan memantik the clash of civilization.

Satu lagi fenomena pesta anti-Islam adalah larisnya buku yang berjudul Jihad vs Mcworld yang juga terbit pertama kali pada tahun 1995. Penulisnya, Benjamin R. Barber dikabarkan menjadi orang super sibuk setelah peristiwa 11 September 2001. Dalam satu hari ia bisa berada di dua negara bagian yang letaknya berjauhan untuk menjelaskan apa isi bukunya. Jadwalnya hingga beberapa bulan ke depan penuh dengan acara-acara kuliah singkat dan diskusi tentang bukunya yang sebelum peristiwa Selasa Hita bukan apa-apa dan tak pernah mendapat perhatian. Kini, sejak September papper back buku itu sudah laku terjual sebanyak 40.000 COPY.

McWorld oleh Barber diambil dari Mc Donald yang telah mendunia dan ada dimana-mama. Mc World diartikan oleh Barber sebagai nilai-nilai dan budaya Amerika yang dibungkus dengan musik, budaya, pop, film, fast food dan video game yang mendunia. Sedangkan jihad disebut oleh Barber sebagai oposisi modernisasi. Muslim dianggap sebagai satu masyarakat yang terikat dengan pertarungan suci melawan kejahatan. Pendeknya, Muslim, Jihad, dan Islam adalah sebuah lawan kata dari modern, beradab, dan maju. Jihad adalah perang melawan itu semua.

Perang melawan kemajuan zaman. Perang melawan peradaban mutakhir. Itulah yang disebut oleh Bush dalam pidatonya beberapa saat setelah dua buah pesawat meruntuhkan WTC dan melantakkan Pentagon. "They hate our freedoms," pekik Bush. Betiulah, dengan mudah, teramat mudah, mereka menyebut bahwa semua kekacauan ini, segala pertempuran ini gara-gara satu kelompok membenci kebebasan dan muak pada kemerdekaan kelompok lainnya.

Bisakah Anda rasakan, saat ini semua mata sedang tertuju mengawasi umat Muslim sedunia? Bisakah Anda rasakan, detik ini, setiap pasangtelinga sedang mendengar seksama tentang apa yang kita bicarakan? Apakah ini semua, apakah pesta anti-Islam di awal milenium ini akan melemahkan kita? Saya berhara tidak demikian.

Sebaliknya, diam-diam saxa memendam sikap harap, bahwa ini semua akan membuat Islam kian kuat. Ini semua akan membuat Muslim kian cerdas. Kuat dalam diri sendiri, cerdas menyampaikan keyakinan kita. Kuat mempertahankan iman dalam diri, cerdas beradu argumentasi dengan kaum anti-Islam. Kita harus kuat karena Allah selalu berrama orang-orang yang meperjuangkan agamanya. Muslim harus cerdas karena ayat Allah tak pernah salah.

Ibn Warraq salah besar jika berharap dengan bukunya akan banyak Muslim yang akan berpaling dari agamanya. Huntington salah besar jika Muslim akan memicu benturan peradaban dan terpuruk dalam perang tak berkesudahan. Barber pun telah alpa jika menganggap Islam adalah lawan dari semua kemajuan zaman. Ini bukan utopia, saya yakin sekali.

Akan lahir karya dari Muslim-Muslim brilian yang mematahkan hujjah orang-orang seperti Ibn Warraq. Akan muncul pemikir-pemikir yang lebih bisa meyakinkan ketimbang Huntington, kalau pun ada perubahan peradaban, Islam akan membawa peradaban yang lebih cemerlang. Akan ada karya dan penjelasan yang cerdas pada Barber, bahwa Islam tak bertentangan dengan sains dan teknologi. Sebaliknya, Islam penuh dengan gagasan yang melampaui zaman, jauh di depan.

Siapakah mereka? Bisa saya, bisa Anda, bisa juga Muslim di belahan dunia lainnya. Akan datang waktunya. Kelak jika sudah tiba saatnya, saya harus siap, Anda harus siap, Muslim dunia harus siap. Peradapan sedang bergerak, begitupun kita. Jangan lengah, jangan lemah, jangan berdiam diri. Mari berpikir, mari bergerak, mari berbuat sesuatu.

Rabbana, anta maulana, fanshurna alal kaumil kafiriin. Amin.

Wassalam

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar sesuai topik, dan tolong jangan SPAM!!!!